
Bedahkasus.com, Nias Selatan – Program revitalisasi sarana dan prasarana pendidikan yang seharusnya dilaksanakan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif justru diduga berjalan tidak semestinya di SDN No. 078533 Hoya Ambukha jalan lintas teluk dalam-gunung sitoli, Desa Somambawa, Kecamatan Somambawa, Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara, ” Jum’at (12/12/2025).
Revitalisasi sekolah pada prinsipnya bertujuan meningkatkan kualitas layanan pendidikan dengan melibatkan masyarakat melalui skema swakelola.
Pemerintah mewajibkan setiap satuan pendidikan membentuk Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP) yang terdiri dari unsur sekolah, masyarakat, orang tua, dan tokoh lokal agar pengelolaan anggaran dapat diawasi secara terbuka.
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Fajar, sebelumnya menegaskan bahwa model revitalisasi berbasis swakelola bukan hanya memperbaiki infrastruktur, tetapi juga menggerakkan ekonomi lokal. “Program ini bukan sekadar memperbaiki bangunan sekolah, tetapi memberdayakan masyarakat sekitar.
Ia mengingatkan bahwa transparansi adalah kunci. Tanpa keterbukaan laporan, swakelola rentan mengulang praktik lama seperti mark-up, pemotongan anggaran, dan pengadaan barang tidak sesuai standar.
Temuan di Lapangan: Papan Informasi Tidak Ada, K3 Tidak Diterapkan, Besi 8 mm untuk Struktur Beton
Namun prinsip tersebut tampaknya tidak berjalan di SDN 078533 Hoya Ambukha. Berdasarkan pemantauan awak media di lokasi pembangunan pada 3 Desember 2025, terdapat sejumlah kejanggalan, di antaranya:
Tidak adanya papan nama program revitalisasi maupun papan informasi proyek.
Tidak diterapkannya standar keselamatan kerja (K3) bagi pekerja maupun anggota P2SP.
Ditemukan penggunaan besi berdiameter 8 mm pada struktur beton tiang polos yang seharusnya menggunakan ukuran lebih besar sesuai standar konstruksi.
Ketua P2SP: “RAB Tidak Pernah Kami Lihat, Mungkin Ada di Kepala Sekolah”
Ketua P2SP SDN 078533 Hoya Ambukha, Ododogo Ndruru alias Ama Aldi, mengungkapkan bahwa pagu dana revitalisasi yang tertera pada papan proyek sebelumnya adalah sekitar Rp 538 juta, dengan paket pekerjaan berupa pembangunan UKS, rumah dinas, dan toilet.
Ia menyebutkan bahwa pengawas proyek hanya datang sekitar delapan kali sepanjang tiga bulan proses pembangunan berlangsung.
Saat ditanya mengenai salinan Rencana Anggaran Biaya (RAB), Ododogo mengaku tidak pernah menerimanya.
“RAB mungkin di tangan kepala sekolah, karena kepada kami tidak pernah diperlihatkan, padahal saya ketua P2SP,” ujarnya.
Untuk sistem pengupahan, ia mengatakan bahwa seluruhnya mengikuti instruksi kepala sekolah. Upah borongan yang diberikan adalah Rp 17 juta untuk pembangunan UKS, dan Rp 60 juta untuk rumah dinas serta toilet.
Pengadaan Bahan dan Peralatan Diduga Diambil Alih Kepala Sekolah
Ododogo menjelaskan bahwa ia hanya memesan bahan tertentu seperti batu, pasir, batako, dan kayu sesuai perintah kepala sekolah. Sementara itu, bahan lainnya seperti seng, baja ringan, dan keperluan material lain dibelanjakan langsung oleh kepala sekolah.
Ia juga mengungkapkan bahwa, Mesin molen tidak pernah digunakan dan peralatan K3 seperti helm, sepatu, dan rompi tidak disediakan.
Direksi keet dan gudang proyek tidak dibuat.
Kepala Sekolah dan Dinas Pendidikan Belum Beri Tanggapan
Saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Kepala Sekolah SDN 078533 Hoya Ambukha, Aronaso Halawa, belum memberikan jawaban hingga berita ini diturunkan.
Hal yang sama juga terjadi pada Kepala Bidang SD Dinas Pendidikan Kabupaten Nias Selatan, Kornelius Duha. Pesan konfirmasi terlihat terkirim dan terbaca, namun belum dibalas.
Awak media akan terus berupaya meminta tanggapan dari pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan terkait dugaan ketidakterbukaan dalam pengelolaan dana revitalisasi tersebut.
(Tafon/Tim).











